Ada sebait kenangan yang tertuang dalam selembar kertas kusam, berbaur bilur kepiluan. Ada sejumput kata yang tertinggal dalam sepenggal cerita, yang terputus oleh waktu terbelah oleh masa. Ada sepenggal harap yang tak pupus dimakan usia, tak hilang ditelan jaman. Pertemuan denganmu, membangkitkan keindahan masa yang telah berlalu, kala bening kata masih bertaut. Dalam diam, aku tersenyum, ada rasa haru dan debaran kebahagiaan. Terimakasih, ya Allah, pada akhirnya kami dipertemukan.(serambi, mei 2009....untuk sahabat tercinta, terimakasih atas kegigihanmu mencariku, sehingga kita bisa bertemu)
Perempuan di bibir senja, memandang nanar lautan malam. Wahai, waktu tidak lagi mau sembunyi, tampakan tapak di wajah sunyi, guratan halus disudut mata, dan warna perak dibalik kerudung.Perempuan sendiri, beringsut meninggalkan matahari, merantau dalam sepinya hati, mengembara dalam bara sengsara.Perempuan menanti, sendiri diujung fajar.(saat sunset di pura besakih, juli 2008....semua telah berakhir)
Matahari di peraduan manisku, berangkat di senjakala. Memadu dalam kasih malam. Oh cinta, datanglah puaskan dahaga hati, dalam selimut kepiluan, terlalu lelah menanti.
Matahari diperaduan manisku, biarkan dia terlelap, bukankah fajar telah menanti. Matahari tidak pernah ingkar, berikan janji kepada siang, memberikan cintanya kepada insan.(jakarta, mei 2009....untuk matahari matahatiku)
Selalu saja aku menyukaimu, mendengar ceritamu, menyelami isi hatimu. Selalu saja aku senang berada didekatmu, sekedar menatap matamu, atau membaui aromamu. Selalu saja aku menanti kehadiranmu, menghabiskan waktu bersamamu. Selalu saja aku berharap kabar darimu, ada banyak kisah yang belum kuungkap, ada banyak suara yang belum kuutarakan. Selalu saja kau menyenangkan hatiku, membuat hariku kembali surut ke masa lalu, canda dan tawa, kenangan dan lamunan, penantian dan ketidakpastian. Selalu saja aku bertanya, mengapa debaran itu tidak pernah hilang, mengapa harapan itu masih ada, walau tidak pernah ada jawab yang pasti. Selalu saja aku ingin tahu, mengapa ragumu menghalangi langkahmu, mungkin masih terlalu muda untuk menggenggam kepastian. Selalu saja aku berpikir, arti semua kisah ini, berharap tidak usai sampai disini.
Selalu saja aku berharap, selalu ada cinta diantara kita, selalu ada persahabatan diantara kita, selalu ada dukungan diantara kita, selalu ada ketulusan diantara kita, selalu ada do’a diantara kita.(jakarta, mei 2009....seseorang akan mengerti untuk siapa tulisan ini ditujukan)
Pernahkan kau mendengar kerinduan dikedalaman tatap matanya, pernahkah kau melihat desiran hati dibalik seribu tawanya, pernahkah kau menggenggam kata-kata diantara diamnya, pernahkah kau merengkuh keriangan yang tersembunyi dikesedihannya, pernahkan kau mengintip keparauan dalam teriakkannya, pernahkan kau melirik kelelahan dalam semangatnya.
Jika hanya mata yang melihat, jika hanya telinga yang mendengar,
mungkin selamanya kau tidak pernah tahu apa yang terjadi.
Ada langkah yang hampir terhenti, ada kata-kata yang hampir surut,
ada bara yang hampir padam, ada lamunan yang hampir berlalu.
Janganlah senja berburu menyengaja mengalahkan lajumu,
dirantai kegelapan dibelenggu kesunyian, kemana lagi jiwa berlari,
bukankan pernah ada matahari menyertai langkah sang petualang.
Nyanyi sunyi senarai dibalik kabut kesendirian,
irama seruni patahkan lagu kesepian.
Dibalik dinding senandung sendu mendayu.
Kata tak mampu lagi sembunyi, mata tak mampu lagi bicara,
rasa tak mampu lagi berlari, menyerah pada kenyataan, berikan aku kesempatan.
(kafe bengawan solo, mei 2009...kepada seseorang dimasa lalu)
Perempuan terluka oleh cintanya, yang mati ditelan kemudaannya. Hidupnya terlunta dalam pengembaraan tak berujung, berharap terdampar di pantai pengharapan. Perempuan menangis dalam tawanya, berharap mengerti jeritan perasaannya, dalam kedukaan kerinduan.Perempuan tertawa, perempuan bergegas, ternyata hari tidak seramah dugaannya, ternyata guliran waktu enggan menantinya. Perempuan tersadar dari masa lalunya, berlari mengejar mimpinya, terengah, terseok, terbangun dan terus berlari, satu-satu nafasnya menghilang.
Perempuan berpacu dengan kegetiran hatinya, mencoba menutup luka masa lalu, mengobati jiwa yang bernanah. Perempuan tidak mau kehabisan sisa mimpinya, berharap matahari tidak mengingkari janjinya, berikan kehangatan ditengah galau pikirannya.
Perempuan berburu suka, menggapai gemintang malam, sembunyikan dibalik selimut tidurnya, dan biarkan menghangatkan hatinya, sembuhkan parutan duka yang tersisa.
Perempuan dalam perjalanan, tinggalkan penyesalan. Perempuan mengerti, dalam genggamannya ada mutiara dari masa lalu, memancar bak gemintang, bersinar bak mentari, itulah yang tersisa. Perempuan berterimakasih. (jakarta, mei 2002....untuk perempuan yang pernah bangkit dari kehancuran)