Sepiring nasi putih terhidang didepanku, lengkap dengan sejumput goreng bawang. Sebagai temannya ada semangkok capcay goreng. Tidak perlu menunggu waktu lama, sesendok demi sesendok nasi putih ditemani capcay goreng mulai beralih ke mulutku. Sambil mengunyah dengan bilangan 32, dalam setiap kunyahan kucoba untuk merasakan rasa nasi itu, betul-betul kurasakan setiap butirnya, ada rasa manis dan pulen. Anehnya ketika konsentrasiku fokus pada nasi putih, aku benar-benar tidak bisa merasakan keberadaan capcay, tentu saja aku merasa bersalah.
Selanjutnya dapat ditebak, pada kunyahan berikutnya aku mulai berkonsentrasi pada setiap sayuran yang ada di capcay itu, mula-mula aku rasakan wortel, ternyata manis dan sedikit ada rasa ketir, potongan kecil daging ayam terasa gurih potongan buncis yang renyah dan segar, terasa manis. Satu persatu, mulai dari butiran nasi dan seluruh potongan sayuran dalam capcay, lengkap sudah aku nikmati malam ini.
Apa yang kudapat, ternyata bilangan 32 itu yang membawa kenikmatan. Sungguh makan dengan sangat pelan, tidak tergesa-gesa, tidak bicara, tidak pula diselingi dengan minum, membuatku merasakan fungsi dari indera pengecap. Walaupun tidak mudah untuk bisa makan dengan tenang, mensyukuri setiap rejeki yang masuk ke mulut. Sungguh kenikmatan yang terabaikan, yang sesungguhnya dapat dengan mudah aku dapatkan setiap hari. Tidak perlu dengan hidangan yang mahal dan mewah, cukup dengan sepiring nasi dan satu jenis lauk atau sayur, yang mungkin bisa berharga kurang dari sepuluh ribu rupiah. Hanya perlu sedikit kemauan untuk mengunyah 32 kali kunyahan.
Meditasi, itulah yang kulakukan. Apa mungkin? Bukankah meditasi harus mencari tempat yang tenang dan sepi, jauh dari hiruk pikuk suana kantin seperti ini. Bukankan meditasi harus sepi dari gerak, bukankan meditasi harus memejamkan mata, dan semua anggota badan dan pikiran berhenti beraktivitas.
Jawabanku, tidak!. Bagiku meditasi adalah kesadaran untuk melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Ketika aku menulis, akupun sedang meditasi, karena aku menikmati dan sadar aku sedang menulis menuangkan segala yang ada dalam benakku. Ketika aku membaca, akupun sedang meditasi, karena aku menikmati dan sadar aku sedang membaca. Kalau begitu, bisakah aku meditasi sepanjang hidupku? Tentu saja harus bisa.
Jakarta, 17 April 2009
Ditulis dikantin serambi selesai makan malam
evey